Keunikan Tradisi Ngedeblag Bali

Sumber: LPM Hippocampush (cr: masbrooo.com)

Tradisi Ngedeblag merupakan salah satu tradisi asal desa Pekraman Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Gianyar, yang masih dijaga kelestariannya hingga saat ini. Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada setiap hari Kajeng Kliwon menjelang peralihan sasih kelima dan sasih keenam (menurut kalender Bali). Tepatnya dilaksanakan sekali dalam setahun, yang bertujuan untuk mengantisipasi perubahan musim yang akan datang, sehingga terhindar dari segala macam bencana maupun penyakit menular mematikan. Menurut penduduk setempat, konon pada masa lalu di Desa Kemenuh, banyak terjadi bencana yang menimpa desa tersebut, seperti : banjir, tanah longsor termasuk wabah penyakit yang menyerang penduduk desa saat itu. Untuk menghindari bencana tersebut penduduk desa yakin dengan mengadakan ritual Tradisi Ngedeblag bencana tersebut tidak akan mengganggu lagi.

Seperti tradisi lainnya, tradisi Ngedeblag ini juga memiliki keunikan tersendiri, seperti pada pakaian atau kostum yang mereka gunakan pada saat menggelar tradisi ini. Para pengayah (peserta) laki-laki harus menggunakan kamben (kain) yang dilapisi dengan saput tanpa menggunakan baju dan bisa dibayangkan panas menyengat dari terik matahari yang tepat berada di atas mereka. Selain itu wajah mereka juga dibuat menjadi seseram mungkin, dengan  cat air warna warni yang nantinya akan diolesi pada wajah mereka dan satu oles pamor yang di olesi dikening, kepala pengayah juga menggunakan penutup kepala dari kukusan.

Prosesi Tradisi Ngedeblag akan dimulai tepat pukul 12.00 siang dengan diawali melakukan persembahyangan bersama. Setelah itu semua yang berperan dalam Tradisi Ngedeblag seperti : para warga, gong, kulkul dan alat-alat yang nantinya dipakai akan dipercikan tirta agar pelaksanaan Tradisi Ngedeblag dapat berjalan dengan lancar. Saat itu juga para pengayah baik laki maupun perempuan dan anak-anak hingga lansia sangat antusias memulai Tradisi Ngedeblag yang akan dilakukannya.

Setelah yang dibutuhkan selesai, maka mulailah Tradisi Ngedeblag ini digelar. Ida Ratu Agung pun tedun, dalam perjalanannya diawali dengan anak-anak yang membawa batang pohon jaka (enau) dan sisanya mengikuti dari belakang dengan membawa kelengkapan Ngedeblag. Rute perjalanan mereka adalah keliling desa sambil membawa air suci (tirta), hal yang membuat menarik lagi yaitu barong sakral yang diarak beberapa penduduk Desa Kemenuh yang mana disertai dengan bunyi gamelan, kentongan ataupun prabotan yang mereka bawa.

Dalam setiap perjalanannya jika menemukan persimpangan jalan, para ibu-ibu akan menyambutnya dengan membawa sesajen sebagai bentuk menghaturkan puja-puja kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk melakukan pembersihan alam semesta dan untuk menetralisir roh-roh maupun hal-hal negatif yang nantinya dapat mengganggu masyarakat setempat, kegiataan ini biasa disebut dengan istilah “menyomia kala”. Dengan dilaksanakannya Tradisi Ngedeblag, dan setelah tradisi tersebut digelar masyarakat Desa Kemenuh mengaku merasakan kenyamanan lahir batin.

Tujuan Ngedeblag ialah memohon keselamatan alam Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit (alam dan segala isinya), karena diyakini pada bulan Sasih Kelima Kalendar Bali sering terjadi penyakit yang disebarkan oleh virus yang kita tidak tahu asal muasalnya dan maka dari itulah dimohonkan kepada Ida Hyang Widhi Wasa untuk dianugerahi keselamatan dan juga terhindar dari cuaca buruk (pancaroba), seperti hujan, angin kencang serta panas yang menyengat. Untuk itulah mereka mengadakan ritual Ngedeblag dan mengadakan persembahan upakara khusus di pakeraman yaitu caru di setiap lebuh
angkul-angkul warga adat di setiap pertemuan hari dengan panca wara yang disebut kajeng keliwon, menghaturkan sesajen caru alit dengan berbagai upakara dan tirta caru yang sebelumnya telah dimohonkan di Pura Dalem Agung sebelum acara ngedeblag dimulai.

Sumber: https://balikami.com/tradisi-ngedeblag-haloween-di-bali

https://panbelog.wordpress.com/2014/10/20/upacara-ngedeblag/

Penulis: Syafina Dwiayu Ardelia Rudiansyah (PSPD’19)

Published by LPM Hippocampus FK ULM

Lembaga Pers Mahasiswa Hippocampus FK ULM

Leave a comment